Sabtu, 30 Januari 2010

Jumat, 02 Mei 2008

Gedung Museum Prabu Geusan Ulun














GEDUNG SRIMANGANTI

Gedung Srimanganti didirikan pada tahun 1706, pada masa pemerintahan Dalem Adipati Tanoemadja, arsitektur Gedung Srimanganti bergaya colonial, kata Srimanganti mempunyai arti adalah tempat menanti-nanti tamu kehormatan. Dahulu gedung Srimanganti dikenal sebagai rumah “Land Huizen” (Rumah Negara). Fungsi gedung Srimanganti pada masa itu adalah tempat tinggal buat Bupati serta keluarganya.Gedung Srimanganti dipergunakan sebagai tempat tinggal bupati dan keluarganya, diantaranya Pangeran Kornel, Pangeran Sugih, Pangeran Mekah dan Dalem Bintang. Pada tahun 1942 Srimanganti tidak digunakan sebagai rumah tinggal Bupati serta keluarganya oleh Dalem Aria Soemantri dijadikan Kantor Kabupaten, sedangkan Bupati serta keluarganya tinggal di Gedung Bengkok / Gedung Negara – sekarangGedung Srimanganti terdaftar pula dalam Monumenter Ordonantie 1931 sebagai bangunan Cagar Budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Pada tahun 1982 Gedung Srimanganti mengalami pemugaran karena sempat dijadikan kantor Pemda, setelah pemugaran Gedung Srimanganti diserahkan kembali kepada Yayasan Pangeran Sumedang oleh Direktur Kebudayaan Depdikbup pada masa itu.

GEDUNG BUMI KALER

Gedung Bumi Kaler dibangun pada tahun 1850, pada masa pemerintahan Bupati Pangeran Soeria Koesoemah Adinata / Pangeran Sugih yang memerintah Sumedang tahun 1836 – 1882. Gedung Bumi Kaler beberapa kali mengalami rehabilitasi pada tahun 1982, 1993 dan tahun 2006, namun tidak merubah dari bentuk aslinya. Sama halnya dengan Gedung Srimanganti, Bumi Kaler sudah terdaftar dalam Monumeter Ordonantie 1931 karena termasuk dalam bangunan yang dilindungi oleh pemerintah sebagai Benda Cagar Budaya. Gedung Bumi Kaler menjadi gedung Museum Prabu Geusan Ulun pada tahun 1982.


GEDUNG PUSAKA

Gedung Pusaka adalah gedung museum yang kelima dari enam gedung yang ada di Museum Prabu Geusan Ulun sebagai gedung baru. Fungsi Gedung Pusaka sesuai namanya sebagai tempat khusus menyimpan benda-benda Pusaka peninggalan para leluhur Sumedang. Pembangunan Gedung Pusaka dibangun karena Gedung Gendeng waktu itu sebagai tempat menyimpan pusaka sudah tidak memadai, sehingga atas prakarsa Ibu Hj. Rd. Ratjih Natawidjaya ibunda dari Bapak Prof. DR. Ginanjar Kartasasmita, rencana Gedung Pusaka bisa dilaksanakan dengan melibatkan Yayasan Pangeran Sumedang, Rukun Wargi Sumedang, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sumedang, Departemen Pariwisata Sumedang, Pemda Sumedang dan Direktorat Permuseuman Propinsi Jawa Barat. Pada tanggal 25 Maret 1990 pembangunan Gedung Pusaka mulai dikerjakan dan peletakan batu pertama dilakukan oleh Ibu Ibu Hj. Rd. Ratjih Natawidjaya . Proses pembangunan Gedung Pusaka memakan waktu cukup lama yaitu selama tujuh (7) tahun, selesai pada tahun 1997, kemudian diresmikan oleh Bupati Sumedang Bapak Drs. H. Moch. Husein Jachjasaputra.. Biaya pembangunan Gedung Pusaka selain sumbangan dari Pronvinsi TK. I Jawa Barat juga sumbangan dari para wargi Sumedang, salah satunya sumbangan Sanggar Seni Sumedang “Padepokan Sekar Pusaka” pimpinan Bapak Rd. E. Lesmana Kartadikoesoemah (Alm)


GEDUNG GENDENG
Gedung Gendeng didirikan pada tahun 1850, pada masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata atau Pangeran Sugih. Gedung Gendeng waktu itu digunakan untuk menyimpan Pusaka-Pusaka lelehur dan senjata lainnya. Bangunan tersebut dibuat dari kayu dan berdinding Gedeg serta berlantai batu merah, selain itu Gedung Gendeng juga tempat menyimpan Gamelan Pusaka. Gedung Gendeng mengalami beberapa kali pemugaran dan rehabilitasi bangunan, pertama tahun 1950, 1955 dan tahun 1993. Namun karena benda Pusaka-pusaka makin banyak sampai akhirnya Gedung Gendeng tidak memadai lagi untuk menyimpan benda-benda Pusaka tersebut maka dibangunlah Gedung Pusaka khusus untuk menyimpan benda-benda Pusaka. Gedung Gendeng sekarang beralih fungsi menjadi Gedung social budaya. Gedung Gendeng merupakan Museum Yayasan Pangeran Sumedang pertama yaitu pada tahun 1973.


GEDUNG GAMELAN


Gedung Gamelan didirikan pada tahun 1973, oleh Pemda Sumedang atas sumbangan dari Gubernur DKI Jakarta Bapak Ali Sadikin, fungsi

gedung ini sebagai tempat khusus menyimpan Gamelan – Gamelan Pusaka. Gedung Gamelan mengalami renovasi pada tahun 1993, selain sebagai tempat menyimpan Gamelan, gedung Gamelan juga dipakai sebagai tempat latihan tari klasik setiap hari minggu . Setiap satu tahun satu kali pada bulan Maulud semua Gamelan Pusaka dicuci dan tidak dibunyikan latihan taripun diliburkan. Gedung Gamelan merupakan Gedung Museum Yayasan Pangeran Sumedang yang pertama.


GEDUNG KERETA

Pada saat perencanaan pembangunan Gedung Pusaka direncanakan pula pembangunan Gedung Kereta. Gedung Kereta merupakan bangunan terakhir dari Museum Prabu Geusan Ulun yang dibangun pada tahun 1990. Fungsi Gedung ini untuk menyimpan Kareta Naga Barong sebagai replica dari

Kareta Naga Paksi peninggalan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata / Pangeran Sugih dan kereta lainnya yang menjadi koleksi Museum Prabu Geusan Ulun.

Jumat, 18 April 2008

Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang



SEJARAH SINGKAT SUMEDANG

I. ASAL KATA “SUMEDANG”

Kata Sumedang berasal dari “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun artinya saya Medal artinya lahir Madangan artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi penerangan”. Kalimat “Insun Medal Insun Madangan” terucap ketika Prabu Tajimalela raja Sumedang Larang I melihat ketika langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam. Kata Sumedang dapat juga diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon, Litsia Chinensis sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.

II. ASAL MULA SUMEDANG

Asal mula Sumedang berasal dari Kerajaan Tembong Agung yang didirikan oleh Prabu Guru Aji Putih ( 678 - 721 M ) putra Aria Bima Raksa / Ki Balagantrang Senapati Galuh cucu dari Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh. Kerajaan Tembong Agung berada di Citembong Girang Kecamatan Ganeas Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja. Pada masa Prabu Tajimalela ( 721 - 778 M ) putra dari Guru Aji Putih di bekas Kerajaan Tembong Agung didirikan Kerajaan Sumedang Larang. Sumedang Larang berarti tanah luas yang jarang bandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya).

Masa kejayaan Sumedang Larang pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun (1578 – 1601 M) ketika pada masa pemerintahan Pangeran Santri / Pangeran Kusumahdinata I raja Sumedang Larang ke-8 ayah dari Prabu Geusan Ulun pada tanggal 22 April 1578 atau bulan syawal bertepatan dengan Idul Fitri di Keraton Kutamaya Sumedang Larang Pangeran Santri menerima empat Kandaga Lante yang dipimpin oleh Sanghiang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nganganan), Sangiang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot membawa pusaka Pajajaran dan alas parabon untuk di serahkan kepada penguasa Sumedang Larang pada waktu itu dan pada masa itu pula Pangeran Angkawijaya / Pangeran Kusumadinata II dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun sebagai nalendra penerus kerajaan Sunda Padjajaran dan Raja Sumedang Larang ke-9. Ketika dinobatkan sebagai raja Prabu Geusan Ulun berusia + 23 tahun menggantikan ayahnya Pangeran Santri yang telah tua dan pada tanggal 11 Suklapaksa bulan Wesaka 1501 Sakakala atau tanggal 8 Mei 1579 M kerajaan Pajajaran “Sirna ing bumi” Ibukota Padjajaran jatuh ke tangan pasukan Kesultanan Surasowan Banten. Yang akhirnya Sumedang mewarisi wilayah bekas wilayah Padjajaran dengan wilayahnya meliputi seluruh Padjajaran sesudah 1527 masa Prabu Prabu Surawisesa dengan batas meliputi; Sungai Cipamali (daerah Brebes sekarang) di sebelah timur, Sungai Cisadane di sebelah barat, Samudra Hindia sebelah Selatan dan Laut Jawa sebelah utara. Daerah yang tidak termasuk wilayah Sumedang Larang yaitu Kesultanan Banten, Jayakarta dan Kesultanan Cirebon. Dilihat dari luas wilayah kekuasaannya, wilayah Sumedang Larang dulu hampir sama dengan wilayah Jawa Barat sekarang tidak termasuk wilayah Banten dan Jakarta kecuali wilayah Cirebon sekarang menjadi bagian Jawa Barat. sehingga Prabu Geusan Ulun mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak + 9000 umpi. Pemberian pusaka Padjajaran pada tanggal 22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadinya Kabupaten Sumedang.

Peristiwa penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai Cakrawarti atau Nalendra merupakan kebebasan Sumedang untuk mengsejajarkan diri dengan kerajaan Banten dan Cirebon. Arti penting yang terkandung dalam peristiwa itu ialah pernyataan bahwa Sumedang menjadi ahli waris serta penerus yang sah dari kekuasaan Kerajaan Pajajaran di Bumi Parahiyangan. Pusaka Pajajaran dan beberapa atribut kerajaan yang dibawa oleh Senapati Jaya Perkosa dari Pakuan dengan sendirinya dijadikan bukti dan alat legalisasi keberadaan Sumedang, sama halnya dengan pusaka Majapahit menjadi ciri keabsahan Demak dan Mataram.

III. DARI MASA KERAJAAN KE MASA KABUPATEN

Pada tahun 1601 Prabu Geusan Ulun wafat dan digantikan oleh putranya Pangeran Aria Soeriadiwangsa, pada masa Aria Soeriadiwangsa kekuasaan Sumedang Larang di daerah sudah menurun dan Mataram melakukan perluasan wilayah ke segala penjuru tanah air termasuk ke Sumedang. Pada waktu itu Sumedang Larang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan yang akhirnya Pangeran Aria Soeriadiwangsa pergi ke Mataram untuk menyatakan Sumedang menjadi bagian wilayah Mataram pada tahun 1620. Wilayah bekas kerajaan Sumedang Larang diganti nama menjadi Priangan yang berasal dari kata “Prayangan” yang berarti daerah yang berasal dari pemberian yang timbul dari hati yang ikhlas dan Pangeran Aria Soeriadiwangsa diangkat menjadi Bupati Sumedang pertama dan diberi gelar Rangga Gempol I (1601 – 1625 M). Sumedang menjadi bagian dari wilayah Mataram karena Pangeran Aria Soeriadiwangsa I mengganggap ; 1. Sumedang sudah lemah dari segi kemiliteran, 2. menghindari serangan dari Mataram karena waktu itu Mataram memperluas wilayah kekuasaannya dari segi kekuatan Mataram lebih kuat daripada Sumedang dan 3. menghindari pula serangan dari Cirebon dan VOC. Sultan Agung kemudian membagi-bagi wilayah Priangan menjadi beberapa Kabupaten yang masing-masing dikepalai seorang Bupati, untuk koordinasikan para bupati diangkat seorang Bupati Wadana. Pangeran Rangga Gempol I adalah Bupati Sumedang yang merangkap sebagai Bupati Wadana Priangan pertama (1601 – 1625 M). Yang akhirnya wilayah Sumedang Larang pada masa Prabu Geusan Ulun menjadi wilayah Sumedang sekarang. Berakhirlah sudah kerajaan Sunda terakhir Sumedang Larang di Jawa Barat Sumedang memasuki era baru yaitu Kabupaten pada tahun 1620 sampai sekarang. Sejak menjadi Kabupaten, Bupati yang memimpin Sumedang sampai tahun 1949 merupakan keturunan langsung dari Prabu Geusan Ulun (lihat masa pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang menjadi Bupati Sumedang adalah Bupati penyelang / sementara dari Parakan Muncang. Menggantikan putra Bupati Surianagara II yang belum menginjak dewasa Rd. Djamu atau terkenal sebagai Pangeran Kornel.


MASA RAJA -RAJA SUMEDANGLARANG DAN BUPATI KETURUNAN LELUHUR SUMEDANG

I. MASA KERAJAAN.

1. Prabu Guru Aji Putih (Raja Tembong Agung) 678 - 721

2. Batara Tuntang Buana / Prabu Tajimalela. 721 - 778

3. Jayabrata / Prabu Lembu Agung 778 - 893

4. Atmabrata / Prabu Gajah Agung. 893 - 998

5. Jagabaya / Prabu Pagulingan. 998 - 1114

6. Mertalaya / Sunan Guling. 1114 – 1237

7. Tirtakusuma / Sunan Tuakan. 1237 – 1462

8. Sintawati / Nyi Mas Ratu Patuakan. 1462 – 1530

9. Satyasih / Ratu Inten Dewata Pucuk Umum 1530 – 1578

( kemudian digantikan oleh suaminya Pangeran Kusumadinata I / Pangeran Santri )

10. Pangeran Kusumahdinata II / Prabu Geusan Ulun 1578 – 1601

II. MASA BUPATI PENGARUH MATARAM.

11. Pangeran Suriadiwangsa / Rangga Gempol I 1601 – 1625

12. Pangeran Rangga Gede / Kusumahdinata IV 1625 – 1633

13. Raden Bagus Weruh / Pangeran Rangga Gempol II. 1633 – 1656

14. Pangeran Panembahan / Rangga Gempol III 1656 - 1706

III. MASA PENGARUH KOMPENI VOC.

15. Dalem Adipati Tanumadja. 1706 – 1709

16. Pangeran Karuhun / Rangga Gempol IV 1709 – 1744

17. Dalem Istri Rajaningrat 1744 – 1759

18. Dalem Adipati Kusumadinata VIII / Dalem Anom. 1759 - 1761 19. Dalem Adipati Surianagara II 1761 - 1765 20. Dalem Adipati Surialaga. 1765 - 1773

IV. MASA BUPATI PENYELANG / SEMENTARA

21. Dalem Adipati Tanubaya 1773 – 1775

22. Dalem Adipati Patrakusumah 1775 – 1789

23. Dalem Aria Sacapati. 1789 – 1791

V. MASA PEMERINTAHAN BELANDA.

Merupakan Bupati Keturunan Langsung leluhur Sumedang.

24. Pangeran Kusumadinata IX / Pangeran Kornel. 1791 – 1828

25. Dalem Adipati Kusumayuda / Dalem Ageung. 1828 – 1833

26. Dalem Adipati Kusumadinata X / Dalem Alit. 1833 – 1834

27. Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 – 1836

28. Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Sugih. 1836 – 1882

29. Pangeran Aria Suriaatmadja / Pangeran Mekkah. 1882 – 1919

30. Dalem Adipati Aria Kusumadilaga / Dalem Bintang. 1919 – 1937

31. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1937 – 1946

VI. MASA REPUBLIK INDONESIA

32. Tumenggung Aria Suria Kusumahdinata / Dalem Aria. 1945 – 1946

33. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1946 – 1947

34. R. Tumenggung Mohammad Singer. 1947 – 1949

35. R. Hasan Suria Sacakusumah. 1949 – 1950

(Bupati terakhir keturunan langsung leluhur Sumedang)